17 Anggota Polresta Banyuwangi Jalani Assessment, Lemahnya Pengawasan Propam Salah Satu Pemicunya

    17 Anggota Polresta Banyuwangi Jalani Assessment, Lemahnya Pengawasan Propam Salah Satu Pemicunya
    Animasi Oknum polisi tersandung kasus penyalahgunaan narkoba

    BANYUWANGI - Lemahnya penanganan dan pengawasan yang dilakukan Seksi Propam Polresta Banyuwangi ditambah ringannya sangsi yang dijatuhkan saat sidang etik (KKEP), menjadi salah satu pemicu yang membuat oknum anggota Polresta Banyuwangi berani mengulangi perbuatannya dalam penyalahgunaan narkoba. Ironisnya, dari 17 nama yang termuat dalam Surat Telegram (ST) Kapolresta Banyuwangi Nomor: ST/216/VIII/KEP/2024, ada beberapa nama yang sudah pernah tersangkut dengan kasus serupa.

    Surat Telegram (ST) dari Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol Nanang Hariyono, S.H., S.I.K., M.Si., Nomor: ST/216/VIII/KEP/2024 tertanggal 5 Agustus 2024 berdasarkan ST Kapolresta Banyuwangi Nomor: ST/210/VII/KEP/2024 tanggal 31 Juli 2024 tentang Rencana Assessment Terhadap Anggota Polresta Banyuwangi yang Akan Melaksanakan Rehab, memberitahukan bahwa assessment kepada 17 nama anggota Polresta Banyuwangi yang diajukan untuk melaksanakan rehab narkoba pada Selasa 6 Agustus 2024 di Rumah Sakit Bhayangkara Bondowoso, Jawa Timur.

    Banyaknya anggota Polresta Banyuwangi yang tersandung kasus penyalahgunaan narkoba ini membuktikan bahwa bahaya narkotika di Kabupaten Banyuwangi semakin memprihatinkan. Apalagi, belakangan ini ramai diperbincangkan publik terkait oknum polisi (LPH) yang sedang menjalani masa pengawasan Seksi Propam Polresta Banyuwangi karena kasus jamu ilegal dan positif narkoba, bersama temannya (RFA) yang sama-sama menjalani pengawasan Propam karena positif narkoba, malah bebas memakai barang haram tersebut di rumah temanya.

    Hal tersebut menunjukkan bahwa lemahnya penanganan dan pengawasan terhadap anggota yang melanggar kode etik profesi polri oleh Seksi Propam Polresta Banyuwangi. Padahal Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol Nanang Hariyono, S.H., S.I.K., M.Si., sangat tegas dalam menangani anggotanya yang melanggar kode etik profesi polri, apalagi bagi anggota yang terlibat penyalahgunaan narkotika.

    "Oknum polisi yang menggunakan narkotika berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode etik karena setiap anggota polri wajib menjaga tegaknya hukum serta menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian, " tegas Kombes Pol Nanang.

    Salah satu yang menjadi pertanyaan adalah, apakah proses hukum oknum polisi yang terlibat narkoba sama dengan masyarakat pada umumnya? Dikutip dari Klinik Hukumonline berjudul Proses Hukum Anggota Polri yang Melakukan Tindak Pidana, Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyatakan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum. Hal ini menunjukkan bahwa anggota polri merupakan warga sipil dan bukan termasuk subjek hukum militer.

    Meski anggota kepolisian termasuk warga sipil, namun terhadap mereka juga berlaku ketentuan Peraturan Disiplin dan Kode Etik Profesi. Peraturan Disiplin Polri diatur dalam PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan, kode etik kepolisian diatur dalam Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Oknum polisi yang menggunakan narkotika berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode etik karena setiap anggota polri wajib menjaga tegaknya hukum serta menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian Republik Indonesia (Pasal 5 huruf a PP Nomor 2 Tahun 2003 jo. Pasal 6 dan Pasal 7 Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011).

    Pelanggaran terhadap aturan disiplin dan kode etik akan diperiksa dan bila terbukti akan dijatuhi sanksi. Penjatuhan sanksi disiplin serta sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap anggota polisi yang bersangkutan (Pasal 12 ayat [1] PP Nomor 2 Tahun 2003 jo. Pasal 28 ayat [2] Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011). Oleh karena itu, oknum polisi yang menggunakan narkotika tetap akan diproses hukum acara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin dan sanksi pelanggaran kode etik.

    Oknum polisi disangkakan menggunakan narkotika dan diproses penyidikan tetap harus dipandang tidak bersalah sampai terbukti melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (asas praduga tidak bersalah) sebagaimana diatur Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    Mengenai sanksi pidana terhadap penyalahgunaan narkotika untuk diri pribadi diatur Pasal 127 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi, Setiap Penyalah Guna: (a) Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. (b) Narkitika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. dan (c) Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

    Ketentuan ini berlaku untuk semua orang yang menyalahgunakan narkotika untuk diri sendiri. Apabila putusan pidana terhadap oknum polisi tersebut telah berkekuatan hukum tetap, ia terancam diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf a PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi sebagai berikut; Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Dengan demikian, walaupun si oknum polisi sudah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, oknum polisi tersebut baru dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila menurut pertimbangan pejabat yang berwenang dia tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian. Pemberhentian anggota kepolisian dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pasal 12 ayat [2] PP Nomor 1 Tahun 2003).

    Jadi, walaupun anggota polisi juga merupakan warga sipil, tetapi terdapat perbedaan proses penyidikan perkaranya dengan warga negara lain karena selain tunduk pada peraturan perundang-undangan, anggota polri juga terikat pada aturan disiplin dan kode etik yang juga harus dipatuhi. (***)

    banyuwangi jawa timur
    Hariyono

    Hariyono

    Artikel Sebelumnya

    Ciptakan Pilkada Serentak 2024 Aman dan...

    Artikel Berikutnya

    Polresta Banyuwangi Hadiri Silahturohmi...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Indonesia Hanya Butuh Pemimpin Jujur yang Berani
    Hendri Kampai: Jika Anda Seorang Pejabat, Sebuah Renungan dari Hati ke Hati
    Hendri Kampai: Indonesia Baru, Mimpi, Harapan, dan Langkah Menuju Perubahan
    Hendri Kampai: Kualitas tulisanmu adalah kualitas dirimu
    Hendri Kampai: Kenapa Lapor Lagi? Emangnya Kantor Pajak Kerja Apa?

    Ikuti Kami